WELCOME TO MY BLOG GAMALAMA

Senin, 17 Mei 2010

TRAUMA ABDOMEN

Trauma Abdominal
May 26, '08 6:36 AM
by mohammad for everyone

Trauma Abdominal

Dr.Warsinggih,SpB-KBD
SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS/
Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
Pendahuluan
Trauma pada penduduk sipil masih tetap merupakan penyebab kematian pada seluruh kelompok umur
Terutama pada kelompok umur dibawah umur 45 tahun
Lebih dari seperdua pasien-pasien trauma merupakan akibat kecelakaan lalu lintas, selebihnya akibat terjatuh, luka tembak dan luka tusuk, keracunan, luka bakar, dan tenggelam
Trauma abdomen dan pelvis merupakan penyebab terbanyak kehilangan nyawa yang bersifat tragis, trauma abdomen yang tidak diketahui (luput) masih tetap menjadi momok sebagai penyebab kematian yang seharusnya bisa dicegah (preventable death)


Sebagian besar dokter menganggap bahwa ruptur organ berongga atau perdarahan dari organ padat menyebabkan peritonitis dan mudah diketahui.
Kenyataannya, gejala fisik yang tidak jelas, kadang ditutupi oleh nyeri (shadowed by pain) akibat trauma ekstra-abdominal dan dikaburkan oleh (“masked by”) intokasi atau trauma kepala yang semuanya merupakan alasan utama untuk luputnya diagnosa trauma abdomen.
Lebih sepertiga pasien-pasien dengan trauma abdomen yang membutuhkan tindakan bedah segera, pada awalnya mempunyai gejala klinik yang tidak khas ( benign physical examination), sehingga klinisi yang kurang waspada akan menganggap tidak ada trauma abdomen (“no injury exist)
Pemeriksaan klinik
Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah “high index suspicion”
“Should be assumed” (harus dianggap) menderita trauma organ visceral
Dokter pemeriksa harus menentukan ada trauma organ intra abdomen atau tidak, dan harus menentukan apakah perlu intervensi operasi segera atau tidak
75 – 90% “abdominal gunshot wounds” membutuhkan laparotomy segera, 25 – 35% dengan “abdominal stab wounds”, hanya 15 – 20% dengan “blunt abdominal trauma”

Anatomical regions and contents



Alat bantu Diagnostic
Riwayat trauma dan pemeriksaan fisik
Investigasi Laboratorium
Foto polos abdomen
“Diagnostic peritoneal lavage” (DPL)
Computerized tomography (CT scan) dan ultrasound (USG)
laparoskopi

Riwayat trauma
Informasi tentang kejadian trauma (mekanisme)
Saksi mata, catatan dari paramedis
Pada kecelakaan lalu lintas, kecepatan dan arah dari kecelakaan (kendaraan),kerusakan kendaraan, penggunaan “seat-belts”, “chrusing and decelerating injury”, terlempar (“ejection”) dari kendaraan
Pada “gunshot wound”; kaliber dan “muzzle velocity” dari senjata, jumlah tembakan, jarak antara senjata dengan korban
Pemeriksaan fisik (PF)
PF dari abdomen yang cidera hanya sedikit memberikan informasi dan cenderung menyesatkan
Pada 30% dari pasien yang membutuhkan interfensi operatif segera pada PF awal bisa saja benign, lebih dari 50% dengan penurunan kesadaran akibat trauma kepala atau intoxication.
Terutama pada blunt trauma

Davis et al (1976) dari 437 pasien-pasien blunt abdominal trauma; 47% tidak mempunyai gejala klinik yang khas pada evaluasi awal, 44% ditemukan dari hasil “diagnostic test” dan 77% dari mereka didapatkan trauma intra abdominal
Tanda –tanda peritonitis merupakan “mandates” untuk “urgent laparotomy” tanpa menunggu hasil-hasil tes-tes diagnostik


Oleh karena itu, pemeriksaan abdomen yang teliti, sistematik sangat dianjurkan pada setiap kasus-kasus trauma abdomen
Inspeksi; “fully undressed” dan pemeriksaan secara “log-rolled”
Auscultasi
Palpasi dan perkusi
Pemeriksaan rectal
Investigasi laboratorim
Pemeriksaan awal darah dan tes-tes laboratorium lain hanya sedikit memberi arti kecuali digunakan sebagai “baselines” sebagai monitor untuk perkembangan klinik selanjutnya
Seperti misalnya serial haematocrit untuk monitor kehilangan darah, amylase untuk monitor adanya trauma pancreas
Foto Polos
Kegunaannya terbatas pada trauma abdomen; dibutuhkan # 800 ml cairan bebas baru bisa terlihat pada “foto polos abdomen
Foto tegak dapat menunjukan udara bebas intraperitoneal, (perforasi organ visera berongga), “nasogastric tube” pada rongga thoraks (ruptur diaphragma)
Diagnostic peritoneal lavage
Root and colleagues 1965; metode pemeriksaan ini yang cepat, murah, akurat, aman untuk menilai baik pada trauma tumpul atau trauma tembus abdomen
“Accuracy rate” 95% dan morbiditas kurang dari 1%

Indikasi DPL
“Equivocal”, yaitu pada keadaan gejala klinik yang meragukan misalnya trauma jaringan lunak lokal disertai dengan trauma tulang yang gejala kliniknya saling mengaburkan
“Unreliable”, yaitu jika kesadaran pasien menurun setelah trauma kepala atau intoksikasi
“Impractical”, yaitu untuk mengantisipasi kemungkinan pasien membutuhkan anestesia umum yang lama untuk trauma lainnya
Kontra-indikasi DPL
Absolute”: indikasi yang jelas untuk tindakan laparotomi
“Relative”: secara teknik sulit dilakukan seperti kegemukan (morbid obesity), pembedahan abdominal sebelumnya, kehamilan lanjut, koagulopati
Positive diagnostic DPL

Indikasi
Computerized tomography (CT)

“Delayed presentation” – gejala muncul lebih dari 24 jam setelah trauma
Hasil DPL yang meragukan
Adanya kontra-indikasi relative untuk DPL
Kecurigaan trauma retroperitoneal seperti adanya hematuria tanpa trauma urethra atau buli-buli
Kontra indikasi CT scan
“Absolute”; adanya indikasi untuk laparotomi dan kehamilan
“Relative”; allergy terhadap media kontras, pediatric trauma
Ultrasound (USG)
USG digunakan secara luas untuk evaluasi trauma abdomen terutama trauma pediatrik
Dengan peningkatan resolusi ultrasound, prosedure jadi lebih cepat, modern, murah, dan evaluasi bersifat “relatively organ specific” . Alat yang “portable” dan dapat digunakan di ruang resusitasi untuk evaluasi yang cepat
Ultrasound (USG)
“More operator dependent”
USG dapat dengan cepat menunjukan cairan bebas intraperitoneal dan trauma organ padat, mampu mengevaluasi daerah retroperitonium, meskipun tanpa bantuan CT scan
USG kurang mampu untuk mengidentifikasi perforasi organ berongga dan pada ileus paralitik ileus gas mengisi rongga usus sehingga interpretasi dengan USG sangat sulit.
Laparoscopy
“Modern minimally invasive surgery”
Aplikasi diagnostik dan terapeutik dari laparoskopi digunakan dalam banyak bidang, termasuk juga trauma abdomen
Indikasi penggunaan laparoskopi dalam trauma abdomen masih diklarifikasikan, tetapi laparoskopi memegang peranan dalam trauma tembus dan trauma tumpul abdomen dalam menentukan perlu tidaknya laparotomi
Hemodinamik harus stabil
Kelemahan penggunaan laparoskopi pada trauma abdomen
Membutuhkan anestesi umum
Resiko pneumothraks pada ruptur diaphragma
Resiko emboli gas pada trauma vena-vena besar
Peningkatan TIK pada pasien trauma kepala
Masalah waktu dan biaya
Angka kegagalan 57% untuk limpa, usus halus, duodenum, pancreas, retroperitonial
Trauma tumpul abdomen
Mekanisme trauma
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang mendadak, memberikan tekanan untuk merusak organ padat (“to burst injury of solid organs”) seperti hepar dan limpa, atau rupture dari organ berongga seperti usus
“Shearing forces”, secara klasik dimulai dengan deselerasi secara cepat pada kecelakaan lalu lintas, hal ini dapat merobek pedikle vasculer seperti mesentrium, porta hepatis and hilus limpa
“Compression injury” organ viscera terperangkap antara dua kekuatan yang datang didinding anterior abdomen atau daerah thoraks dengan tulang lumbar (kolumna vertebralis)
Penanganan
trauma tumpul abdomen
Pemeriksaan fisik; PF yang negatif cenderung menyesatkan, sedangkan PF yang positif akan sangat bermanfaat dan merupakan indikasi yang jelas adanya kerusakan intra-abdomen
Foto polos abdomen sangat kecil perannya dalam memutuskan tindakan operasi
Pemeriksaan laboratorium; sebagian besar pemeriksaan darah tidak memberikan peranan yang bermakna

Pemeriksaan fisik yang positif; tanda-tanda rangsangan peritonial, “seat belt sign”, “bruising”, “Kehr’s sign”, fraktur iga atau pelvis
Pemeriksaan radiologi; fraktur iga dan udara bebas intraperitonial
Pemeriksaan laboratorium; kehilangan darah kurang dari 8 gr %, peningkatan amilase, transaminase
Penanganan Algoritma
trauma tumpul abdomen
PENANGANAN NON OPERATIF
Keuntungan penanganan non operatif yaitu; lebih murah, komplikasi postoperatif tidak ada, dan kurang nyeri
CT scan dapat meningkatkan kemampuan kita dalam mendeteksi kelainan terutama organ padat pada trauma tumpul abdomen, begitu juga pada trauma tembus abdomen
Penanganan non operatif
trauma tumpul abdomen
Pada pasien hemodinamik stabil
60 – 70% trauma tumpul organ padat dapat ditangani secara non operatif, angka kesuksesan lebih dari 90%
“Screening” pasien dengan CT scan
Penanganan non operatif
trauma limpa
Trauma tumpul limpa ditangani secara non operatif pada 60 – 70% kasus, angka kegagalan 10%
Kunci sukses adalah seleksi pasien dengan ketat
Hemodinamik stabil, volume urine >40 – 50 ml/jam, respon baik dengan pemberian kristaloid 1 – 2 liter saat resusitasi
Pada pemeriksaan ulangan; tidak ada tanda -tanda rangsangan peritoneal
Harus dirawat di ICU dan tersedia fasilitas untuk CT serial
Derajat trauma limpa
Grade I: ruptur kapsul yang minor, hematoma subkapsuler tanpa kerusakan parenkim
Grade II: ruptur kapsul yang soliter atau multipel dg kerusakan parenkim yg tidak mencapai hilus
Grade III: trauma parenkim mayor, pembuluh darah dan atau hilus
Grade IV: limpa pecah (berkeping-keping)
Kandidat untuk penanganan
non operatif trauma limpa
Orang dewasa: grade I dan II
Anak-anak; sampai grade III
Penanganan non operatif
trauma limpa
Pasien dirawat di ICU dan dipuasakan
Monitor: tanda-tanda vital, serial hematokrit, pemeriksaan fisik setiap 4 jam
CT scan serial setiap 24 jam
Kegagalan terjadi dalam waktu 72 jam pertama; harus diawasi secara ketat
Harus istirahat ditempat tidur selama 10 hari
Kegagalan penanganan
non operatif trauma limpa
Perdarahan akibat; lisis hematoma, perpindahan cairan akibat perubahan osmotik cairan 4 minggu
Mandat untuk laparotomi (splenektomi)
Luna & Dellinger: penanganan non operatif mempunyai resiko operasi, resiko transfusi, resiko sepsis post splenektomi, resiko kematian empat kali lebih tinggi.


Faktor-faktor penyebab kegagalan
penanganan non operatif
trauma limpa
Umur diatas 55 tahun
Injury severity score
Glasgow coma scale
Injury grade
Jumlah dari hemoperitonium
Penatalaksanaan trauma hepar
yang sedang dikembangkan
20% pasien dengan trauma tumpul abdomen yang perlu operasi segera mengalami trauma hepar
Membuka cavum abdomen pada trauma hepar selalu dihubungkan dengan kehilangan darah
Dengan CT scan; penilaian akurat untuk trauma hepar


Grading of liver injury
Penanganan non operatif
trauma hepar
Hemodinamik harus stabil
Untuk trauma grade I dan grade II
Grady Memorial Hospital Atlanta; juga melakukan untuk trauma tembus abdomen dengan perdarahan kurang 500 cc (CT scan)
Kunci sukses; monitor yang agresif, CT serial
Untuk trauma hepar sangat berat: “perihepatic packing and drainage” dan “re-operative surgery”
Keuntungan penanganan non operatif trauma hepar
Mortalitas menurun
Angka infeksi rendah
Angka transfusi rendah

Komplikasi: “biloma”, abses, fistel vaskuler-bilier

Trauma tembus abdomen
mekanisme trauma
Luka tusuk: daerah trauma, arah trauma, kekuatan tusukan, panjang dan ukuran tusukan
Luka tembak: lebih kompleks, energi kinetik proyektil, “proyectil velocity”
Untuk luka tembak: “low velocity proyectil” atau “high velocity proyectil”
“Low velocity”: robekan langsung dan “crushing” pada jaringan lokal
“High velocity”: “chrusing” pada jaringan lokal dan cavitasi (terowongan)


Luka tusuk abdomen
50 - 70% terjadi di anterior abdomen
25 – 50% membutuhkan operasi
J.A Marx (1993) North Carolina USA:
Apakah secara klinik perlu operasi segera
Apakah peritonium tembus: LWE
Apakah terjadi kerusakan organ
Local wound exploration (LWE)
Dengan anestetik lokal dilakukan eksplorasi luka tusukan untuk mengetahui tembus tidaknya peritonium
LWE negative (clearly negative): dipulangkan
LWE positive: intervensi bedah
LWE ragu-ragu: pemeriksaan lanjut
Algoritma trauma tembus abdomen
Indikasi operasi
trauma tembus abdomen
Tanda-tanda vital tidak stabil
Eviserasi organ intraperitonial
Tanda-tanda peritonitis
Luka tembak abdomen
Luka tembak dinding depan abdomen 80 -85% tembus peritonium
Tembus peritonium: 90 – 95% disertai trauma organ intra-abdomen
Hal-hal pada trauma tusuk abdomen juga berlaku disini
LWE tidak tepat
Biplanar X-ray
Trauma tembus
pinggang dan punggung
Indikasi operasi: tanda-tanda peritonitis, hipotensi yang tidak jelas, perdarahan gastrointestinal, bukti radiologi untuk trauma genitourinaria
Protokol penanganan sama dengan trauma tembus abdomen
PENANGAN OPERATIF
INDIKASI;
1. Shock hemorragik
2. Penanganan non operatif gagal
3. didasarkan pada pemeriksaan fisik,
stabilitas hemodinamik, hasil imaging,
pengalaman klinik sebelumnya (surg).

INSISI: procesus xipohoid - pubis
Jumlah darah harus diperkirakan begitu mulai masuk abdomen
Seluruh kuadran (empat) abdomen mulai “packed”, kemudian setiap regio diperiksa secara sistematik untuk mecari sumber perdarahan
Kontrol perdarahan adalah prioritas utama, dilakukan sebelum terapi defenitif




Prioritas berikutnya adalah kontrol kebocoran gastrointestinal
Setelah kedua hal ini baru eksplorasi secara sistematis seluruh organ
Hati-hati dengan hematoma pada zona 1, begitu juga pada zona 2 dan 3
“damage control laparotomy”
Kira – kira 10% trauma abdomen sangat berat
Usaha hanya untuk mengontrol perdarahan dan kebocoran intestinal
Diikuti penutupan abdomen sementara dan “planned reoperation = relaparotomy” setelah pasien stabil
Keputusan ini harus dilakukan pada menit – menit awal operasi
“bail out operation”
Bail out operation” : hipothermi (< 340 C), koagulopati (kehilangan darah 3 – 5 liter), asidosis (pH < 7,25)

“Temporary closure”
Pada laparotomi kausa trauma, “primary closure” adalah ideal
Kadang-kadang hal ini tidak mungkin; resiko ACS, kerusakan jaringan dinding abdomen, kemungkinan relaparotomi
Metode yang simple: “towel clips”, jahitan nilon
Absorbable: poplyglatin acid, polyglicolic acid mesh
Non-absorbable: Bogota bags, polypropylen mesh, silicon, polytetrafluoroethylene
Komplikasi resiko terbentuknya fistula usus.
Terima kasih, yoo …….
Prev: Eye Emergency

0 komentar:

Posting Komentar