WELCOME TO MY BLOG GAMALAMA

Jumat, 21 Mei 2010

Jika engkau tak sanggup menahan lelahnya belajar, engkau harus siap menanggung pahitnya kebodohan,dan jangan berfikir bahwa hari ini anda terlambat untuk meningkatkan kemampuan diri dengan belajar, jika pikiran-pikiran itu masih melekat dalam diri anda,maka anda termasuk diantara jutaan orang yang tidak akan pernah sukses.............

Senin, 17 Mei 2010

ANATOMI TULANG

anatomi muskuloskeletal atau tulang
Posted By admin On 19 Mar 2009. Under Anatomi dan Patofisiologi, Kesehatan, Kuliah
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25 % BB dan otot menyusun kurang lebih 50 %. Kesehatan dan baiknya fungsi sistem muskuloskeletal sangat tergantung pada sistem tubuh yang lain. Struktur tulang memberi perlingdungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung, dan paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Lebih dari 99 % kalsium tubuh total terdapat dalam tulang. Sumsum tulang merah terdapat dalam rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan putih dalam proses yang dinamakn hematopoesis. Kontraksi otot menghasilkan suatu usaha mekanik untuk gerakan maupun produksi panas untuk mempertahankan temperatur tubuh.
Sistem skelet
Anatomi sistem skelet ada 206 tulang dalam tubuh manusia, terdiri 80 Appendicular dan 126 yang terbagi dalam 4 kategori :
1. Tulang panjang, co femur.
2. Tulang pendek, co tulang tarsalia.
3. Tulang pipih, co sternum.
4. Tulang tak teratur, co vertebra.
Struktur tulang
Mineral yang terdapat dalam matriks tulang terutama adalah calsium dan fosfat. Unit dasar dari kortek tulang disebut sistem haversian. Yg terdiri dari saluran haversian (yang berisi pembuluh darah, saraf dan lymphatik), lacuna (berisi osteosit), lamella, canaliculi (saluran kecil yang menghubungakan lacuna dan saluran haversian
Bentuk dan kontruksi tulang tertentu ditentukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya. Tulang tersususn oleh jaringan tulang kanselus (trabekular/spongius) dan ortikal (kompak). Tulang panjang (mis femur berbentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang membulat). Batang atau diafasis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis yang tersusun oleh tulang kanselus. Plat epifisis memisahkan epifisis dari diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami klasifikasi. Ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya. Tulang panjang disusu untuk menyagga berat badan dan gerakan. Tulang pendek (misalnya metakarpal) terdiri dari tulang kanselus ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih (misalnya sternum) merupakan tempat penting hematopoesis dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipi tersusun dari tulang kanselus diantara 2 tulang kompak. Tulang tak teratur misalnya vertebra mempunyai bentuk yang unik yang sesuai dengan bentuknya. Secara umum, struktur ulang tak teratur sama dengan tulang pipih.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar—osteoblas, osteosit, dan osteoklas.
1. Osteoblast
Sel pembentuk tulang
Memproduksi klagen tipe I dan berespon terhadap perubahan PTH
Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan mineral pad matriks tulang à bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteocytes dan terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung mineral
2. Osteocytes
Berfungsi memelihara kontent mineral dan elemen organik tulang
3. Osteoclast
Menyerap tulang selama pertumbuhan dan perbaikan
Penyerapan tl. dengan cara mengeluarkan asam laktat dan kolagenase à menghancurkan mineral dan merusak kolagen
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler, disekeliling kapiler tersebut merupakan matrik tulang yang dinamakan lamela. Di dalam lamela terdapat osteosit yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut ke dalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah sejauh >0,1 mm).
Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrus padat yang dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk tulang.
Enosteum adalah membran vasculer tipis yang menutupi rongga sum-sum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan tulang untuk memelihara rongga sum-sum terletak dekat endosteum dan dalam lakuna howship.
Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam sternum vertebra dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik.
Tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal volkmann yang sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrien yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang kecil)arteri nutrien memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang mengikuti arteri dan ada yang keluar sendiri. Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam sternum vertebra dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. Tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui pembuluh metafisis dan epifisis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak melalui kanal volkmann yang sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrien yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina (lubang-lubang kecil)arteri nutrien memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang mengikuti arteri dan ada yang keluar sendiri.
referensi
- patofisiologi
- keperawatan medical bedah/medical surgical nursing
- fisiologi kedokteran
- asuhan keperawatan muskuloskeletal
One Response to “anatomi muskuloskeletal atau tulang”

TRAUMA ABDOMEN

Trauma Abdominal
May 26, '08 6:36 AM
by mohammad for everyone

Trauma Abdominal

Dr.Warsinggih,SpB-KBD
SUB BAGIAN BEDAH DIGESTIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNHAS/
Dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO
MAKASSAR
Pendahuluan
Trauma pada penduduk sipil masih tetap merupakan penyebab kematian pada seluruh kelompok umur
Terutama pada kelompok umur dibawah umur 45 tahun
Lebih dari seperdua pasien-pasien trauma merupakan akibat kecelakaan lalu lintas, selebihnya akibat terjatuh, luka tembak dan luka tusuk, keracunan, luka bakar, dan tenggelam
Trauma abdomen dan pelvis merupakan penyebab terbanyak kehilangan nyawa yang bersifat tragis, trauma abdomen yang tidak diketahui (luput) masih tetap menjadi momok sebagai penyebab kematian yang seharusnya bisa dicegah (preventable death)


Sebagian besar dokter menganggap bahwa ruptur organ berongga atau perdarahan dari organ padat menyebabkan peritonitis dan mudah diketahui.
Kenyataannya, gejala fisik yang tidak jelas, kadang ditutupi oleh nyeri (shadowed by pain) akibat trauma ekstra-abdominal dan dikaburkan oleh (“masked by”) intokasi atau trauma kepala yang semuanya merupakan alasan utama untuk luputnya diagnosa trauma abdomen.
Lebih sepertiga pasien-pasien dengan trauma abdomen yang membutuhkan tindakan bedah segera, pada awalnya mempunyai gejala klinik yang tidak khas ( benign physical examination), sehingga klinisi yang kurang waspada akan menganggap tidak ada trauma abdomen (“no injury exist)
Pemeriksaan klinik
Kunci sukses untuk penanganan trauma abdomen adalah “high index suspicion”
“Should be assumed” (harus dianggap) menderita trauma organ visceral
Dokter pemeriksa harus menentukan ada trauma organ intra abdomen atau tidak, dan harus menentukan apakah perlu intervensi operasi segera atau tidak
75 – 90% “abdominal gunshot wounds” membutuhkan laparotomy segera, 25 – 35% dengan “abdominal stab wounds”, hanya 15 – 20% dengan “blunt abdominal trauma”

Anatomical regions and contents



Alat bantu Diagnostic
Riwayat trauma dan pemeriksaan fisik
Investigasi Laboratorium
Foto polos abdomen
“Diagnostic peritoneal lavage” (DPL)
Computerized tomography (CT scan) dan ultrasound (USG)
laparoskopi

Riwayat trauma
Informasi tentang kejadian trauma (mekanisme)
Saksi mata, catatan dari paramedis
Pada kecelakaan lalu lintas, kecepatan dan arah dari kecelakaan (kendaraan),kerusakan kendaraan, penggunaan “seat-belts”, “chrusing and decelerating injury”, terlempar (“ejection”) dari kendaraan
Pada “gunshot wound”; kaliber dan “muzzle velocity” dari senjata, jumlah tembakan, jarak antara senjata dengan korban
Pemeriksaan fisik (PF)
PF dari abdomen yang cidera hanya sedikit memberikan informasi dan cenderung menyesatkan
Pada 30% dari pasien yang membutuhkan interfensi operatif segera pada PF awal bisa saja benign, lebih dari 50% dengan penurunan kesadaran akibat trauma kepala atau intoxication.
Terutama pada blunt trauma

Davis et al (1976) dari 437 pasien-pasien blunt abdominal trauma; 47% tidak mempunyai gejala klinik yang khas pada evaluasi awal, 44% ditemukan dari hasil “diagnostic test” dan 77% dari mereka didapatkan trauma intra abdominal
Tanda –tanda peritonitis merupakan “mandates” untuk “urgent laparotomy” tanpa menunggu hasil-hasil tes-tes diagnostik


Oleh karena itu, pemeriksaan abdomen yang teliti, sistematik sangat dianjurkan pada setiap kasus-kasus trauma abdomen
Inspeksi; “fully undressed” dan pemeriksaan secara “log-rolled”
Auscultasi
Palpasi dan perkusi
Pemeriksaan rectal
Investigasi laboratorim
Pemeriksaan awal darah dan tes-tes laboratorium lain hanya sedikit memberi arti kecuali digunakan sebagai “baselines” sebagai monitor untuk perkembangan klinik selanjutnya
Seperti misalnya serial haematocrit untuk monitor kehilangan darah, amylase untuk monitor adanya trauma pancreas
Foto Polos
Kegunaannya terbatas pada trauma abdomen; dibutuhkan # 800 ml cairan bebas baru bisa terlihat pada “foto polos abdomen
Foto tegak dapat menunjukan udara bebas intraperitoneal, (perforasi organ visera berongga), “nasogastric tube” pada rongga thoraks (ruptur diaphragma)
Diagnostic peritoneal lavage
Root and colleagues 1965; metode pemeriksaan ini yang cepat, murah, akurat, aman untuk menilai baik pada trauma tumpul atau trauma tembus abdomen
“Accuracy rate” 95% dan morbiditas kurang dari 1%

Indikasi DPL
“Equivocal”, yaitu pada keadaan gejala klinik yang meragukan misalnya trauma jaringan lunak lokal disertai dengan trauma tulang yang gejala kliniknya saling mengaburkan
“Unreliable”, yaitu jika kesadaran pasien menurun setelah trauma kepala atau intoksikasi
“Impractical”, yaitu untuk mengantisipasi kemungkinan pasien membutuhkan anestesia umum yang lama untuk trauma lainnya
Kontra-indikasi DPL
Absolute”: indikasi yang jelas untuk tindakan laparotomi
“Relative”: secara teknik sulit dilakukan seperti kegemukan (morbid obesity), pembedahan abdominal sebelumnya, kehamilan lanjut, koagulopati
Positive diagnostic DPL

Indikasi
Computerized tomography (CT)

“Delayed presentation” – gejala muncul lebih dari 24 jam setelah trauma
Hasil DPL yang meragukan
Adanya kontra-indikasi relative untuk DPL
Kecurigaan trauma retroperitoneal seperti adanya hematuria tanpa trauma urethra atau buli-buli
Kontra indikasi CT scan
“Absolute”; adanya indikasi untuk laparotomi dan kehamilan
“Relative”; allergy terhadap media kontras, pediatric trauma
Ultrasound (USG)
USG digunakan secara luas untuk evaluasi trauma abdomen terutama trauma pediatrik
Dengan peningkatan resolusi ultrasound, prosedure jadi lebih cepat, modern, murah, dan evaluasi bersifat “relatively organ specific” . Alat yang “portable” dan dapat digunakan di ruang resusitasi untuk evaluasi yang cepat
Ultrasound (USG)
“More operator dependent”
USG dapat dengan cepat menunjukan cairan bebas intraperitoneal dan trauma organ padat, mampu mengevaluasi daerah retroperitonium, meskipun tanpa bantuan CT scan
USG kurang mampu untuk mengidentifikasi perforasi organ berongga dan pada ileus paralitik ileus gas mengisi rongga usus sehingga interpretasi dengan USG sangat sulit.
Laparoscopy
“Modern minimally invasive surgery”
Aplikasi diagnostik dan terapeutik dari laparoskopi digunakan dalam banyak bidang, termasuk juga trauma abdomen
Indikasi penggunaan laparoskopi dalam trauma abdomen masih diklarifikasikan, tetapi laparoskopi memegang peranan dalam trauma tembus dan trauma tumpul abdomen dalam menentukan perlu tidaknya laparotomi
Hemodinamik harus stabil
Kelemahan penggunaan laparoskopi pada trauma abdomen
Membutuhkan anestesi umum
Resiko pneumothraks pada ruptur diaphragma
Resiko emboli gas pada trauma vena-vena besar
Peningkatan TIK pada pasien trauma kepala
Masalah waktu dan biaya
Angka kegagalan 57% untuk limpa, usus halus, duodenum, pancreas, retroperitonial
Trauma tumpul abdomen
Mekanisme trauma
Peningkatan tekanan intra-abdomen yang mendadak, memberikan tekanan untuk merusak organ padat (“to burst injury of solid organs”) seperti hepar dan limpa, atau rupture dari organ berongga seperti usus
“Shearing forces”, secara klasik dimulai dengan deselerasi secara cepat pada kecelakaan lalu lintas, hal ini dapat merobek pedikle vasculer seperti mesentrium, porta hepatis and hilus limpa
“Compression injury” organ viscera terperangkap antara dua kekuatan yang datang didinding anterior abdomen atau daerah thoraks dengan tulang lumbar (kolumna vertebralis)
Penanganan
trauma tumpul abdomen
Pemeriksaan fisik; PF yang negatif cenderung menyesatkan, sedangkan PF yang positif akan sangat bermanfaat dan merupakan indikasi yang jelas adanya kerusakan intra-abdomen
Foto polos abdomen sangat kecil perannya dalam memutuskan tindakan operasi
Pemeriksaan laboratorium; sebagian besar pemeriksaan darah tidak memberikan peranan yang bermakna

Pemeriksaan fisik yang positif; tanda-tanda rangsangan peritonial, “seat belt sign”, “bruising”, “Kehr’s sign”, fraktur iga atau pelvis
Pemeriksaan radiologi; fraktur iga dan udara bebas intraperitonial
Pemeriksaan laboratorium; kehilangan darah kurang dari 8 gr %, peningkatan amilase, transaminase
Penanganan Algoritma
trauma tumpul abdomen
PENANGANAN NON OPERATIF
Keuntungan penanganan non operatif yaitu; lebih murah, komplikasi postoperatif tidak ada, dan kurang nyeri
CT scan dapat meningkatkan kemampuan kita dalam mendeteksi kelainan terutama organ padat pada trauma tumpul abdomen, begitu juga pada trauma tembus abdomen
Penanganan non operatif
trauma tumpul abdomen
Pada pasien hemodinamik stabil
60 – 70% trauma tumpul organ padat dapat ditangani secara non operatif, angka kesuksesan lebih dari 90%
“Screening” pasien dengan CT scan
Penanganan non operatif
trauma limpa
Trauma tumpul limpa ditangani secara non operatif pada 60 – 70% kasus, angka kegagalan 10%
Kunci sukses adalah seleksi pasien dengan ketat
Hemodinamik stabil, volume urine >40 – 50 ml/jam, respon baik dengan pemberian kristaloid 1 – 2 liter saat resusitasi
Pada pemeriksaan ulangan; tidak ada tanda -tanda rangsangan peritoneal
Harus dirawat di ICU dan tersedia fasilitas untuk CT serial
Derajat trauma limpa
Grade I: ruptur kapsul yang minor, hematoma subkapsuler tanpa kerusakan parenkim
Grade II: ruptur kapsul yang soliter atau multipel dg kerusakan parenkim yg tidak mencapai hilus
Grade III: trauma parenkim mayor, pembuluh darah dan atau hilus
Grade IV: limpa pecah (berkeping-keping)
Kandidat untuk penanganan
non operatif trauma limpa
Orang dewasa: grade I dan II
Anak-anak; sampai grade III
Penanganan non operatif
trauma limpa
Pasien dirawat di ICU dan dipuasakan
Monitor: tanda-tanda vital, serial hematokrit, pemeriksaan fisik setiap 4 jam
CT scan serial setiap 24 jam
Kegagalan terjadi dalam waktu 72 jam pertama; harus diawasi secara ketat
Harus istirahat ditempat tidur selama 10 hari
Kegagalan penanganan
non operatif trauma limpa
Perdarahan akibat; lisis hematoma, perpindahan cairan akibat perubahan osmotik cairan 4 minggu
Mandat untuk laparotomi (splenektomi)
Luna & Dellinger: penanganan non operatif mempunyai resiko operasi, resiko transfusi, resiko sepsis post splenektomi, resiko kematian empat kali lebih tinggi.


Faktor-faktor penyebab kegagalan
penanganan non operatif
trauma limpa
Umur diatas 55 tahun
Injury severity score
Glasgow coma scale
Injury grade
Jumlah dari hemoperitonium
Penatalaksanaan trauma hepar
yang sedang dikembangkan
20% pasien dengan trauma tumpul abdomen yang perlu operasi segera mengalami trauma hepar
Membuka cavum abdomen pada trauma hepar selalu dihubungkan dengan kehilangan darah
Dengan CT scan; penilaian akurat untuk trauma hepar


Grading of liver injury
Penanganan non operatif
trauma hepar
Hemodinamik harus stabil
Untuk trauma grade I dan grade II
Grady Memorial Hospital Atlanta; juga melakukan untuk trauma tembus abdomen dengan perdarahan kurang 500 cc (CT scan)
Kunci sukses; monitor yang agresif, CT serial
Untuk trauma hepar sangat berat: “perihepatic packing and drainage” dan “re-operative surgery”
Keuntungan penanganan non operatif trauma hepar
Mortalitas menurun
Angka infeksi rendah
Angka transfusi rendah

Komplikasi: “biloma”, abses, fistel vaskuler-bilier

Trauma tembus abdomen
mekanisme trauma
Luka tusuk: daerah trauma, arah trauma, kekuatan tusukan, panjang dan ukuran tusukan
Luka tembak: lebih kompleks, energi kinetik proyektil, “proyectil velocity”
Untuk luka tembak: “low velocity proyectil” atau “high velocity proyectil”
“Low velocity”: robekan langsung dan “crushing” pada jaringan lokal
“High velocity”: “chrusing” pada jaringan lokal dan cavitasi (terowongan)


Luka tusuk abdomen
50 - 70% terjadi di anterior abdomen
25 – 50% membutuhkan operasi
J.A Marx (1993) North Carolina USA:
Apakah secara klinik perlu operasi segera
Apakah peritonium tembus: LWE
Apakah terjadi kerusakan organ
Local wound exploration (LWE)
Dengan anestetik lokal dilakukan eksplorasi luka tusukan untuk mengetahui tembus tidaknya peritonium
LWE negative (clearly negative): dipulangkan
LWE positive: intervensi bedah
LWE ragu-ragu: pemeriksaan lanjut
Algoritma trauma tembus abdomen
Indikasi operasi
trauma tembus abdomen
Tanda-tanda vital tidak stabil
Eviserasi organ intraperitonial
Tanda-tanda peritonitis
Luka tembak abdomen
Luka tembak dinding depan abdomen 80 -85% tembus peritonium
Tembus peritonium: 90 – 95% disertai trauma organ intra-abdomen
Hal-hal pada trauma tusuk abdomen juga berlaku disini
LWE tidak tepat
Biplanar X-ray
Trauma tembus
pinggang dan punggung
Indikasi operasi: tanda-tanda peritonitis, hipotensi yang tidak jelas, perdarahan gastrointestinal, bukti radiologi untuk trauma genitourinaria
Protokol penanganan sama dengan trauma tembus abdomen
PENANGAN OPERATIF
INDIKASI;
1. Shock hemorragik
2. Penanganan non operatif gagal
3. didasarkan pada pemeriksaan fisik,
stabilitas hemodinamik, hasil imaging,
pengalaman klinik sebelumnya (surg).

INSISI: procesus xipohoid - pubis
Jumlah darah harus diperkirakan begitu mulai masuk abdomen
Seluruh kuadran (empat) abdomen mulai “packed”, kemudian setiap regio diperiksa secara sistematik untuk mecari sumber perdarahan
Kontrol perdarahan adalah prioritas utama, dilakukan sebelum terapi defenitif




Prioritas berikutnya adalah kontrol kebocoran gastrointestinal
Setelah kedua hal ini baru eksplorasi secara sistematis seluruh organ
Hati-hati dengan hematoma pada zona 1, begitu juga pada zona 2 dan 3
“damage control laparotomy”
Kira – kira 10% trauma abdomen sangat berat
Usaha hanya untuk mengontrol perdarahan dan kebocoran intestinal
Diikuti penutupan abdomen sementara dan “planned reoperation = relaparotomy” setelah pasien stabil
Keputusan ini harus dilakukan pada menit – menit awal operasi
“bail out operation”
Bail out operation” : hipothermi (< 340 C), koagulopati (kehilangan darah 3 – 5 liter), asidosis (pH < 7,25)

“Temporary closure”
Pada laparotomi kausa trauma, “primary closure” adalah ideal
Kadang-kadang hal ini tidak mungkin; resiko ACS, kerusakan jaringan dinding abdomen, kemungkinan relaparotomi
Metode yang simple: “towel clips”, jahitan nilon
Absorbable: poplyglatin acid, polyglicolic acid mesh
Non-absorbable: Bogota bags, polypropylen mesh, silicon, polytetrafluoroethylene
Komplikasi resiko terbentuknya fistula usus.
Terima kasih, yoo …….
Prev: Eye Emergency

Selasa, 04 Mei 2010

KEGAWATDARURATAN BERHUBUNGAN DENGAN PANAS

A. KONSEP MEDIS
Kegawatdaruratan panas terkait dengan terjadi ketika tubuh tidak lagi mampu mengatur suhu tubuh melalui mekanisme fisiologis normal. Termoregulasi terjadi melalui hipotalamus anterior preoptic, Informasi tentang suhu tubuh dikirim ke otak oleh thermoreceptors perifer dan pusat yang terletak di kulit, otot-otot ekstremitas, dan sumsum tulang belakang. Hipotalamus kemudian memulai metode yang akan membantu menjaga suhu tubuh normal.Tubuh berusaha untuk mempertahankan diri pada suhu 98.6 o F atau 37,1 o C. Ketika tubuh terkena panas yang berlebihan, itu akan mencoba untuk menghilangkan panas melalui konveksi, radiasi, atau penguapan.
Obat-obatan aktivitas berat, dan temperatur yang tinggi dapat meningkatkan produksi panas internal. Faktor-faktor seperti kurangnya aklamasi, membatasi pakaian, dan kelembaban yang tinggi mempengaruhi kemampuan tubuh untuk mengatur panas yang berlebihan. Ketika suhu tubuh meningkat, ada rangsangan keringat menguapkan tanggapan untuk memulai kehilangan panas. Ini adalah mekanisme utama tubuh pendinginan. Berkeringat tidak hanya membantu pendinginan tubuh, tetapi bisa juga disebabkan hilangnya berat badan, natrium dan kalium. Jika cairan dan elektrolit tidak diganti, dehidrasi dapat terjadi. Tubuh juga akan berusaha untuk menghilangkan panas dengan menutup darah ke kulit. Sebagai tambahan, melestarikan ginjal cairan untuk penguapan dengan mempertahankan garam dan air.
Dalam keadaan normal, dengan waktu untuk menyesuaikan diri, mekanisme kompensasi akan membantu tubuh dalam mempertahankan suhu normal. Namun, jika ada tambahan faktor yang menyebabkan stres panas, ini mekanisme akan gagal dan akan menghasilkan panas yang berhubungan dengan keadaan darurat. Orang yang berisiko mengalami keadaan darurat yang berhubungan dengan panas termasuk orang muda, orang tua, dan individu yang tidak terbiasa untuk cuaca panas.


1. Panas kram
a. Pengertian
Kejang panas akibat dari kekurangan cairan dan elektrolit di otot yang diberikan. Pasien biasanya dalam kesehatan yang baik, tetapi belum cukup menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang ketika berkeringat. Pasien mengeluh sakit pada otot dan rasa haus yang dialami . Pengobatan termasuk penghentian kegiatan exertional, beristirahat di tempat yang sejuk, pijat dari daerah paintful, dan penggantian cairan dengan solusi yang seimbang seperti minuman olahraga disiapkan secara komersial (misalnya, cotorade)
b. Pengkajian Primer
1) Sakit pada otot
2) Haus
3) Banyak berkeringat
4) Airway
5) Breathing
6) Circulation
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat penyakit sebelumnya
2) Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas dan istirahatnya
b) Sirkulasi
c) Eliminasi
d) Sensori neural
e) Nyeri/kenyamanan
f) Respirasi
g) Keamanan
d. Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
e. Spesifik dan kronis
1) Spesifik yaitu sakit pada otot dan haus
2) Kronis yaitu dehidrasi
2. Panas kelelahan
a. Pengertian
Kelelahan panas yang dipicu oleh pengerahan tenaga utama dalam cuaca panas. Terjadi vasodilatasi perifer untuk menghantarkan panas, dan cairan dan elektrolit yang hilang melalui keringat menyembur. Perawatan pasien mungkin suhu tubuh normal atau tinggi setinggi 104 o F (39 o C). Pada pemeriksaan fisik, pasien pucat, dan berkeringat banyak. Pasien mungkin mengeluh kelemahan dan mengalami perubahan status mental. Tambahan termasuk gejala hipotensi, takikardia, dan parah haus. Perawatan termasuk menempatkan pasien dalam lingkungan yang dingin, mengelola ABC, dan pemantauan untuk disritmia jantung, termasuk ventrikular aberrance dan gelombang T yang tinggi oleh karena ketidakseimbangan elektrolit. Kerusakan otot terjadi pada temperatur tinggi, sehingga pasien harus dipantau untuk rhabdomyolysis (misalnya, urin gelap, kejang otot)
b. Pengkajian Primer
1) Pasien pucat
2) Banyak berkeringat
3) Suhu tubuh berkisar 104 o F (39 o C)
4) Kelemahan
5) Haus berlebihan
6) Hipotensi
7) Urine gelap
8) Kejang otot
9) Kerusakan otot pada temperatur tinggi
10) Airway
11) Breathing
12) Circulation
 Takikardia
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat penyakit sebelumnya
2) Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas dan istirahatnya
b) Sirkulasi
c) Eliminasi
d) Sensori neural
e) Nyeri/kenyamanan
f) Respirasi
g) Keamanan
d. Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
e. Spesifik dan kronis
1) Spesifik yaitu Banyak berkeringat (Menyembur) dan Suhu tubuh berkisar 104 o F (39 o C)
2) Kronis yaitu Kerusakan otot terjadi pada temperatur tinggi / rhabdomyolisis ( black urine dan kejang otot ).
3. Heat stroke
a. Pengertian
Heat stroke adalah keadaan darurat medis. Pasien tidak lagi mampu menghilangkan panas karena kegagalan mekanisme termoregulasi sentral. Tingkat Morbiditas yang tinggi. Ada sejarah tenaga ekstrem dalam lingkungan yang panas, kurangnya acclimation, dan adanya faktor risiko seperti penggunaan phenothiazines atau gangguan SSP. Suhu tubuh inti lebih besar dari 106 o F (41 o C). Status mental pasien berkisar dari kebingungan sampai koma, kulit panas dan kering. Karena kehilangan cairan, pasien hypotensi dan takikardia. Perawatan termasuk stabilisasi pasien ABC bersama dengan pendinginan cepat. Terus menjadi kontroversi tentang metode mana yang terbaik.. Metode pendinginan adalah yang terbaik. Metode pendinginan mencakup melepaskan pakaian, menutupi dengan seprai basah, dan menempatkan pasien di depan kipas besar (menguapkan pendingin); menyediakan bak air es (pendinginan konduktif); dan mengelola cairan dingin. Apa pun metode pendinginan yang dipilih, suhu tubuh pasien harus dimonitor dan dikontrol menggigil. Ketidakseimbangan cairan elektrolit harus dikoreksi dan pasien dimonitor untuk rhabdomyolysis. Pengkajian harus dilakukan untuk memonitor pengembangan koagulasi intravaskular diseminata (DIC), sebuah potensi komplikasi stroke panas
b. Pengkajian Primer
1) Suhu tubuh lebih besar dari 106 o F (41 o C).
2) Status mental berkisar kebingungan - koma
3) Kulit panas dan kering
4) Hipotensi
5) Airway
6) Breathing
7) Circulation
 Takikardia
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat penyakit sebelumnya
2) Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas dan istirahatnya
b) Eliminasi
c) Sensori neural
d) Nyeri/kenyamanan
e) Keamanan
d. Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
e. Spesifik dan kronis
1) Spesifik yaitu Suhu tubuh berkisar 106 o F (41 o C), kulit panas dan kering.
2) Kronis,komplikasi stroke panas adalah Disminata Intravaskuler Coagulasi (DIC).
4. Keadaan Darurat yang terkait dengan dingin.
Dalam lingkungan yang dingin, tubuh akan berusaha untuk mempertahankan suhu yang nyaman. Panas yang kekal oleh tubuh oleh vasokonstriksi dan merupakan diproduksi oleh menggigil. Faktor risiko untuk pengembangan yang sejuk darurat terkait termasuk ekstrem usia, suhu lingkungan, tidak pantas pakaian, pakaian basah, air / logam kontak, angin, dan lamanya pemaparan . Alkohol, narkoba seperti phenothiazines, trauma, dan penyakit seperti diabetes menimbulkan risiko tambahan untuk pengembangan keadaan darurat yang terkait dengan dingin,yang terdiri dari Frosbite dan Hypothermi.
a. Pengertian Frostbite
Radang dingin adalah "pembekuan jaringan benar." Yang menyebabkan pembentukan kristal es di dalam jaringan. Radang dingin dan biasanya terjadi ketika individu tidak berpakaian untuk cuaca dingin. Alkoholisme dan tuna wisma juga faktor. Respon awal stres dingin vasokonstriksi perifer. Vascular stasis dan penurunan aliran darah berkontribusi pada pengembangan kerusakan jaringan edema. Pendinginan meningkatkan viskositas darah, penurunan perfusi kapiler, dan hasil dalam sludging dan trombosis dari pembuluh, kemudian, perubahan dalam permeabilitas pembuluh darah menyebabkan. Radang dingin telah diklasifikasikan ke dalam cemara, kedua, dan ketiga derajat luka atau dangkal dan luka mendalam. Penampilan jaringan akan berkisar dari pucat menjadi biru dan berbintik-bintik. Setiap pasien dengan radang dingin harus selalu dievaluasi untuk hipotermia. Perawatan termasuk rewarming dari daerah yang terkena, nyeri manajemen, dan perawatan luka.
b. Pengkajian Primer
1) Vasokonstriksi perifer
2) Kerusakan jaringan edema
3) Pendinginan meningkatkan viskositas darah
4) Penurunan perfusi kapiler
5) Trombosis dari pembuluh
8) Jaringan nampak pucat menjadi biru dan berbintik-bintik
9) Hipotermi
10) Airway
11) Breathing
12) Circulation
c. Pengkajian Sekunder
1) Riwayat penyakit sebelumnya
2) Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas dan istirahatnya
b) Sirkulasi
c) Eliminasi
d) Sensori neural
e) Nyeri/kenyamanan
f) Respirasi
g) Keamanan
d. Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
e. Spesifik dan kronis
1) Spesifik yaitu Suhu tubuh vasokonstriksi perifer kerusakan jaringan edema, Pendinginan meningkatkan viskositas darah, Penurunan perfusi kapiler, Trombosis dari pembulu, jaringan nampak pucat menjadi biru dan berbintik-bintik
2) Kronis yaitu nyeri manajemen dan perawatan luka